Dua tahun belakangan ini Microsoft gencar melokalisasikan peranti lunaknya--terutama sistem operasi--ke dalam berbagai bahasa. Khusus di Asia Tenggara, setelah Windows XP hadir dalam bahasa lokal Thailand dan Melayu di Malaysia, Microsoft segera merilis versi Bahasa Indonesia.
Pemanfaatan bahasa lokal memang menjanjikan kemudahan dalam mengoperasikan software. Namun lokalisasi bisa jadi menandakan perubahan strategi Microsoft yang selama ini berpegang teguh pada kebijakan harga tunggal.
Di beberapa negara yang termasuk dalam emerging market, kebijakan harga tunggal itu tampak menyulitkan Microsoft menembus pasar. Di Indonesia, Microsoft dihadapkan pada keterbatasan daya beli yang menyuburkan peranti lunak bajakan. Walaupun UU Hak Cipta diberlakukan sejak pertengahan tahun lalu, isu harga yang kelewat mahal masih menjadi beban di segmen komersial (perusahaan).
Belakangan ini, Microsoft juga mendapat saingan baru dari Linux dan peranti lunak open source. Popularitas Linux semakin tinggi terutama di segmen pendidikan. Walaupun analis berpendapat Windows masih akan mendominasi, setidaknya Linux akan mengurangi porsi Microsoft memperebutkan pasar baru yang diciptakan pergantian dari produk bajakan ke legal. Dalam beberapa hal, Linux juga mampu menjawab masalah keterbatasan daya beli.
Kondisi yang menyulitkan Microsoft itu juga membatasi daya penetrasi produsen PC yang menyediakan sistem operasi Windows dalam produknya melalui skema original equipment manufacturer (OEM). Padahal, potensi emerging market sangat menggiurkan sebab di Indonesia saja, penetrasi PC masih jauh di bawah 10%.
Microsoft bukannya tidak menyadari kendala itu. Mereka tengah merumuskan berbagai pendekatan baru untuk menggantikan skema harga tunggal terkait sulitnya menembus emerging market menggunakan strategi saat ini, seperti yang diungkapkan Martin Taylor, general manager of platform strategy Microsoft Corp. “Ini memang masalah yang sulit, dan kami hanya memiliki sedikit inisiatif berbeda yang sedang kami rumuskan,” katanya seperti dikutip CNet Asia awal Maret lalu.
Lokalisasi software
Mengubah kebijakan harga tunggal dan memberikan harga yang berbeda untuk setiap negara (atau pasar) bukan perkara gampang. Perbedaan harga akan menciptakan iklim yang tidak sehat karena pasar akan selalu mencari harga terendah, padahal produknya sama. Lokalisasi agaknya menjadi pilihan terbaik untuk membedakan dan membatasi peredaran software berdasarkan pasarnya. Artinya, Microsoft bisa memberikan harga yang berbeda untuk setiap pasar.
Microsoft membuktikan strategi harga itu pada program kepemilikan PC terjangkau di Thailand yang digelar Juni 2003. Dalam program itu, harga Windows XP versi lokal dipangkas dari US$199 menjadi US$40 sehingga harga PC bisa ditekan menjadi US$298. “Microsoft mengembangkan versi Windows XP khusus dan terbatas untuk pasar Thailand dalam program ini,” kata Andrew McBean, managing director Microsoft Thailand seperti dilaporkan Bangkok Post.
Langkah Microsoft itu berlanjut ke Malaysia melalui program PC Gemilang yang memasarkan PC dengan Windows XP berbahasa Melayu seharga US$302. Perusahaan itu tidak bersedia merinci harga satuan sistem operasi tersebut. “Kami bisa menurunkan harga sesuai pasar lokal karena software ini adalah versi lokal. Untuk versi internasional berbahasa Inggris harganya sama dan memang sulit menerapkan harga yang berbeda di satu negara,” tutur Butt Wai Choon, managing director Microsoft Malaysia kepada CNet Asia.
Setelah Thailand dan Malaysia, Microsoft dikabarkan berencana menerapkan strategi yang sama di Vietnam. Namun perusahaan itu belum bersedia memberikan informasi lebih lanjut. Selain itu, sebagai program yang baru bergulir, perlu waktu untuk mengukur efektifitas strategi lokalisasi produk Microsoft dalam membendung Linux dan open source.
Versi Indonesia
Microsoft mengembangkan Windows XP Home Edition versi Bahasa Indonesia sejak Agustus 2003 dan rencananya diluncurkan pekan ini. Namun lokalisasi ini belum seutuhnya karena hanya mengubah tampilan antar mukanya ke dalam Bahasa Indonesia. Menu-menu yang penting seperti User Assistance (Help Menu), Visual Basic Administrator (VBA), Windows Update dan Add-Ins masih menggunakan bahasa aslinya. Istilah Microsoft untuk tingkat lokalisasi paling dasar ini adalah Language Interface Pack (LIP).
Bekerja sama dengan Pusat Bahasa Depdiknas, lokalisasi Windows XP dalam bentuk LIP ini sekaligus mencanangkan pembakuan istilah-istilah teknologi ke dalam Bahasa Indonesia, seperti “tetikus” untuk mouse, “pos-el” untuk email, “wisaya” untuk wizard dan “luring” untuk offline.
Lokalisasi ini memang strategis untuk perkembangan Bahasa Indonesia di Tanah Air namun belum tentu menjawab masalah keterbatasan daya beli. Microsoft agaknya masih bersikap wait and see untuk memangkas harga Windows XP versi Bahasa Indonesia ini. “Harganya belum tentu lebih murah daripada versi internasional karena biaya pengembangan Windows XP kan pada dasarnya sama saja,” ujar Ari Kunwidodo, vice president director PT Microsoft Indonesia.
Memang saat ini belum ada alasan yang cukup kuat bagi Microsoft untuk menurunkan harga, seperti di Thailand dan Malaysia. Di kedua negara itu, tekanan Linux sangat terasa dalam program kepemilikan PC terjangkau yang digelar masing-masing pemerintah. Program di Thailand misalnya, pada awalnya hanya menyediakan PC berbasis Linux. Ternyata pesanan PC mencapai lebih dari 100.000 unit dalam beberapa pekan saja. Pilihan yang tidak bisa ditolak Microsoft, atau perusahaan itu terancam kehilangan pasar.
Sebaliknya di Indonesia, program PCRI yang rencananya menyediakan hingga 250.000 unit PC terjangkau ditunda hingga waktu yang tidak ditentukan. Awalnya Microsoft diketahui sebagai pemasok peranti lunak namun akhirnya dibatalkan sehingga PCRI hanya tersedia dengan sistem operasi Mandrake Linux.
Kegagalan PCRI ini sedikit mengurangi Linux dan open source sebagai kekuatan penawar Microsoft. Bulan ini, Pemerintah akan mendeklarasikan program Indonesia Goes Open Source (IGOS) yang menggalakkan penggunaan peranti lunak open source di seluruh instansi, menggantikan produk bajakan Potensinya sangat besar. Dari PC saja, segmen pemerintahan saat ini mengambil porsi sekitar 15% dari total penjualan di Indonesia.
Akhirnya akan sulit bagi Microsoft untuk mempertahankan kebijakan harga tunggal di Indonesia. Lokalisasi penuh Windows XP memang strategis memberikan jalan untuk itu agar siap menghadapi kompetisi harga (yang menjadi isu utama Linux). Namun lokalisasi sebatas LIP yang lebih bernilai kosmetik saja tidak cukup. Perlu diteruskan hingga utuh dan tentunya dilanjutkan dengan kampanye pemasaran.
Deriz S. Syarief untuk Bisnis Indonesia